Bersungguh-sungguhlah
menghadirkan dalam diri kita alasan yang
menjadikan Allah memenangkan kita.
Seorang ustadz yang merupakan salah seorang penggerak dakwah
pertama di Sultra yang telah sekian lama membersamai kader di Sultra dan dari
tangannya lahirlah kader-kader partai
PKS yang menjadi tokoh di daerah SULTRA, dengan beban tugas profesinya harus
pindah tugas ke Jakarta. Selang beberapa tahun kemudian beliau ditakdirkan
untuk kembali membersamai kader di Sultra dengan amanah baru sebagai ketua Wilayah dakwah Sulawesi. Ustad ini
mengambil cuti selama beberapa tahun dari pekerjaannya sebagai PNS hanya demi
amanah dakwah sebagai ketua wilda Sulawesi tersebut.
Tidak mudah untuk punya komitmen yang bagi saya “sangat
tidak biasa” tersebut. Meninggalkan jabatan yang secara otomatis menghilangkan kesempatan untuk memperolah gaji
dan tunjangan yang serta merta dapat meningkatkan kesejahteraan. Tapi semua itu
pilihan hidup, dalam kehidupan ini,ada
contoh yang Allah hadirkan di sekitar kita tentang pengorbanan di jalan dakwah
mewarisi sifat-sifat sahabat nabi dan orang-orang shaleh lainnya , yang berarti
bahwa sifat mewarisi sahabat Nabi dan
orang-orang saleh yang pengorbanannya luar biasa dalam menyebarkan agama Allah
tidak berhenti hanya sampai pada generasi
sahabat dan tabiin serta tabit tabiiin tetapi ada sampai sekarang. Allah
menjaga Al quran seiring dengan memberikan hikmah bagi manusia-manusia terpilih
untuk memperoleh hidayah sebagai seorang pejuang dakwah yang berkorban dalam
menebarkan dakwah hingga mengesampingkan tuntutan kehidupan dunianya, mereka
inilah yang menjadikan tuntunan dalam
Alquran dan Sunnah sebagai sibgah dalam dirinya, yang kemudian menjadi cermin
sikap, pikiran dan komitmennya hingga kita mengambil pelajaran dari orang-orang
seperti mereka. Tetapi juga ada banyak orang yang memilih hidup untuk beribadah
dalam zona nyaman karena hanya sebatas itulah pemahaman keislamannya, yakni
hidup ini untuk beribadah mengejar kabahagiaan dunia dan akhirat tanpa tahu ada
amanah untuk mendakwahkan agama. Tidak sedikit orang-orang yang mengilmui bahwa
umat terbaik adalah yang menegakkan amar makruf nahi munkar tetapi tidak mau
melibatkan dalam aktivitas aktivitas tafaqqu fi fidien (mempelajari agama)
apatah lagi menyebarkan dakwah. Tidak
sedikit pula orang-orang yang terlibat dalam aktivitas dakwah, tetapi tidak
sepenuhnya berkorban , dalam dakwah, mereka adalah orang-orang yang mengukur
aktivitas dakwah hanya sebagai pelengkap hidup. Jika ada hubungannya dengan
kesejahteraan hidup dan penghasilan, maka hal itu dijalani dengan
sunguh-sungguh, tetapi jika hal itu tidak mendatangkan kesejahteraan dunia dan
segala tetek bengek yang berhubungan dengan amanah dakwah, maka mohon maaf,
masih agenda yang utama yang perlu dituntaskan, ketimbang menghabiskan waktu
mengerjakan agenda-agenda dakwah. Sekali lagi semua itu pilihan hidup. Tinggal
kita mengukur diri kita ada di tempat yang mana, dan pantaskah kita menjadi
pewaris firdaus jika kita berada di salah satu golongan yang disebutkan
tersebut.
Kembali ke pengalaman ustad penggerak dan pelopor dakwah di
Sultra tersebut, yang mana setelah menilik sederet pengalaman dan sepak terjang
beliau dalam menunaikan agenda-agenda dakwah, maka ketika ada pertemuan yang
menghadirkan ustad tersebut sebagai pemberi taujih pengokohan kader (ahad, 20 januari 2012) di Konawe, terbersit
tekad untuk tidak melewatkan taujihnya.
Lewat tulisan ini saya ingin berbagi apa yang menjadi pemikiran ustaz
tersebut dengan menjadikan Al-quran dan Sunnah sebagai patronnya, yang karenanya
menjadikan saya memahami apa yang selama ini masih berkecamuk dalam batin saya
mengenai hal yang berhubungan dengan PILKADA dan direct selling.
Merefleksikan pengalaman saya tarbiyah selama kurang lebih
12 tahun, dari mulai ketika perlahan-lahan pemikiran saya mulai terbentuk
tentang indahnya hidup dalam naungan AlQuran yang terwasilah lewat jamaah
dakwah sejak kuliah smester 3 di sebuah Perguruan tinggi di Makassar.Sejak itu
saya intens mengikuti halaqoh hingga sampai pada satu waktu dimana kami diamanahkan untuk ikut direct
selling demi mengusung calon legislative dari Partai. Maka ketika itu pemahaman
saya hanya sebatas samina wa atana, yakni jika ini akan memperbaiki system
amburadul di parlemen, maka harus ada kader yang terpilih menjadi anggota legislative,
sabatas itu pemahaman saya, memenangkan kader demi keberlangsungan dakwah di
parlemen.
Beberapa kali Pilkada terlewati dan ada beberapa moment yang
saya ikut terlibat proyek direct selling tetapi tetap saja pemahaman saya hanya sebatas bagaimana
memenangkan kader, dan bagaimana memenangkan kandidat yang diusung meskipun
kandidat dari eksternal demi
kebelangsungan dakwah kita yang lebih baik dimasa mendatang. Sampai kemudian
ketika Tahun 2009 saya kuliah di salah satu Fakultas ternama di Yogjakarta ,
saya sekali lagi ikut merasakan iklim PILKADA
di Jogjakarta dimana partai
mengusung kandidat eksternal sebagai calon Bupati Sleman. Dalam periode
tersebut saya secara khusus punya pengalaman pribadi pada sesuatu yang
mengantarkan saya pada pemahaman bahwa sekali lagi direct selling adalah agenda
biasa, setiap kali PILKADA sebagai strategi ciri khas partai kita untuk
memenagkan calon. Ustadzah saya seorang dosen,
akademisi sekaligus kandidat professor dalam pertemuan suatu ketika di
halaqoh membagi kegamangannya tentang direct selling, bahwa mestikah beliau
seorang yang sudah tua dari segi umur dan pengalaman dakwah ikut apel siaga direct selling, kenapa bukan
yang muda-muda saja yang bukan seorang akademisi di Kampus yang tidak punya
beban profesionalisme seperti beliau saja yang diterjunkan. Kegamangan beliau
kata ustazah tersebut telah sering beliau diskusikan dengan beberapa Doktor
bahkan Profesor kader partai inii, bahwa mereka mestinya mereka para akademisi
dibebankan saja pada strategi penambahan kader dan perluasan fikrah di kampus, sehingga
pada hal-hal yang berbau direct selling semestinya tidak perlu dibebankan lagi pada mereka.
Dengan tidak adanya kesimpulan hasil diskusi para akademisi tersebut ditambah
dengan tidak pernahnya saya menerima materi ataupun membaca secara
gamblang tentang pentingnya direct
selling sehingga makin menambah kuat pemikiran saya bahwa direct selling adalah hal yang biasa dalam setiap kali PILKADA.
Dalam taujihnya ustad tersebut mengatakan, bahwa untuk
menghadirkan kemenangan dari Allah kepada kita, maka hendaknya kita berupaya
melakukan amalan yang menjadi alasan Allah memenangkan kita. Senada dengan
taujih tersebut ada taujih dari Syekh
Jum’ah Amin mengenai bagaimana hakeket kemenangan.
Point-Point Taujih Syekh
Jum’ah Amin (januari 2013)
Pertama:
لَيْسَتِ الْعِبْرَةُ بَتَنْفِيْذِنَا لِلتَّكَالِيْفِ، وَإِنَّمَا بِحُبِّنَا فِيْ
تَنْفِيْذِ هَذِهِ التَّكَالِيْفِ
Yang menjadi ibrah (pandangan dan
I’tibar) tidaklah terletak pada pelaksanaan tugas, tetapi, didasarkan pada
kecintaan kita kepada tugas-tugas ini.
Sebab, jika terdapat mahabbah,
maka akan terjadi مُضَاعَفَةُ الْجُهُوْدِ (pelipat gandaan daya dan upaya).
Kedua:
Apa yang terjadi di Mesir, kalau kita
rujuk kepada khuththah (perencanaan) yang ada, sebenarnya adalah rencana
dua puluh tahun ke depan, akan tetapi
لَعَلَّ اللهَ
اِطَّلَعَ عَلَى قُلُوْبِنَا، فَطَوَى عِشْرِيْنَ عَامًا
فِيْ ثَمَانِيَةَ عَشَرَ
يَوْمًا
Semoga karena Allah SWT melongok dan
melihat hati kami, lalu Allah SWT gulung waktu 20 tahun itu menjadi hanya 18
hari.
Saat hati-hati kami dilihat oleh Allah
SWT, semoga yang Allah SWT lihat adalah keikhlasan, kecintaan, dan kesungguhan
kami dalam meraih ridha Allah SWT, amin.
Ketiga:
Kemenangan itu merupakan minnah (مِنَّةٌ) atau
anugerah Allah SWT, namun, untuk mendapatkan minnah itu diperlukan
“pancingan-pancingan”, yang diantaranya adalah:
1. Dengan
upaya-upaya taqarrub (pendekatan) kepada Allah SWT, melalui ruku’,
sujud, dan upaya-upaya taqarrub lainnya.
2. Ukhuwwah dan persatuan
diantara sesama kaum muslimin.
3. Adanya daya upaya yang
berlipat ganda yang kita lakukan, yang salah satu rahasia untuk dapat bekerja
seperti ini telah disebutkan rahasianya di point pertama.
Keempat:
Mengutip dari Hasan Al-Banna:
Allah SWT tidak akan menghisab kita
atas hasil, akan tetapi yang akan dihisab oleh Allah SWT adalah:
1. حُسْنُ الْقَصْدِ (maksud dan niat yang baik), dan
2. سَلَامَةُ الْخُطُوْاتِ (langkah-langkah yang benar).
Saya pun kemudian menyimpulkan, bahwa DS adalah hal penting
yang menjadi salah satu syarat kemenangan jika dilakukan dengan niat yang baik
karena Allah dan dilakukan dengan langkah-lanbkah yang benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar