Selasa, 12 Maret 2013

Bersungguh-sungguhlah menghadirkan dalam diri kita alasan yang menjadikan Allah memenangkan kita

Bersungguh-sungguhlah menghadirkan dalam diri kita  alasan yang menjadikan Allah memenangkan kita.
Seorang ustadz yang merupakan salah seorang penggerak dakwah pertama di Sultra yang telah sekian lama membersamai kader di Sultra dan dari tangannya lahirlah kader-kader  partai PKS yang menjadi tokoh di daerah SULTRA, dengan beban tugas profesinya harus pindah tugas ke Jakarta. Selang beberapa tahun kemudian beliau ditakdirkan untuk kembali membersamai kader di Sultra dengan amanah baru sebagai  ketua Wilayah dakwah Sulawesi. Ustad ini mengambil cuti selama beberapa tahun dari pekerjaannya sebagai PNS hanya demi amanah dakwah sebagai ketua wilda Sulawesi tersebut.
Tidak mudah untuk punya komitmen yang bagi saya “sangat tidak biasa” tersebut. Meninggalkan jabatan yang secara otomatis  menghilangkan kesempatan untuk memperolah gaji dan tunjangan yang serta merta dapat meningkatkan kesejahteraan. Tapi semua itu pilihan hidup,  dalam kehidupan ini,ada contoh yang Allah hadirkan di sekitar kita tentang pengorbanan di jalan dakwah mewarisi sifat-sifat sahabat nabi dan orang-orang shaleh lainnya , yang berarti bahwa  sifat mewarisi sahabat Nabi dan orang-orang saleh yang pengorbanannya luar biasa dalam menyebarkan agama Allah tidak berhenti  hanya sampai pada generasi sahabat dan tabiin serta tabit tabiiin tetapi ada sampai sekarang. Allah menjaga Al quran seiring dengan memberikan hikmah bagi manusia-manusia terpilih untuk memperoleh hidayah sebagai seorang pejuang dakwah yang berkorban dalam menebarkan dakwah hingga mengesampingkan tuntutan kehidupan dunianya, mereka inilah  yang menjadikan tuntunan dalam Alquran dan Sunnah sebagai sibgah dalam dirinya, yang kemudian menjadi cermin sikap, pikiran dan komitmennya hingga kita mengambil pelajaran dari orang-orang seperti mereka. Tetapi juga ada banyak orang yang memilih hidup untuk beribadah dalam zona nyaman karena hanya sebatas itulah pemahaman keislamannya, yakni hidup ini untuk beribadah mengejar kabahagiaan dunia dan akhirat tanpa tahu ada amanah untuk mendakwahkan agama. Tidak sedikit orang-orang yang mengilmui bahwa umat terbaik adalah yang menegakkan amar makruf nahi munkar tetapi tidak mau melibatkan dalam aktivitas aktivitas tafaqqu fi fidien (mempelajari agama) apatah lagi menyebarkan dakwah.  Tidak sedikit pula orang-orang yang terlibat dalam aktivitas dakwah, tetapi tidak sepenuhnya berkorban , dalam dakwah, mereka adalah orang-orang yang mengukur aktivitas dakwah hanya sebagai pelengkap hidup. Jika ada hubungannya dengan kesejahteraan hidup dan penghasilan, maka hal itu dijalani dengan sunguh-sungguh, tetapi jika hal itu tidak mendatangkan kesejahteraan dunia dan segala tetek bengek yang berhubungan dengan amanah dakwah, maka mohon maaf, masih agenda yang utama yang perlu dituntaskan, ketimbang menghabiskan waktu mengerjakan agenda-agenda dakwah. Sekali lagi semua itu pilihan hidup. Tinggal kita mengukur diri kita ada di tempat yang mana, dan pantaskah kita menjadi pewaris firdaus jika kita berada di salah satu golongan yang disebutkan tersebut.
Kembali ke pengalaman ustad penggerak dan pelopor dakwah di Sultra tersebut, yang mana setelah menilik sederet pengalaman dan sepak terjang beliau dalam menunaikan agenda-agenda dakwah, maka ketika ada pertemuan yang menghadirkan ustad tersebut sebagai pemberi taujih pengokohan kader  (ahad, 20 januari 2012) di Konawe, terbersit tekad untuk tidak melewatkan taujihnya.  Lewat tulisan ini saya ingin berbagi apa yang menjadi pemikiran ustaz tersebut dengan menjadikan Al-quran dan Sunnah sebagai patronnya, yang karenanya menjadikan saya memahami apa yang selama ini masih berkecamuk dalam batin saya mengenai hal yang berhubungan dengan PILKADA dan direct selling.
Merefleksikan pengalaman saya tarbiyah selama kurang lebih 12 tahun, dari mulai ketika perlahan-lahan pemikiran saya mulai terbentuk tentang indahnya hidup dalam naungan AlQuran yang terwasilah lewat jamaah dakwah sejak kuliah smester 3 di sebuah Perguruan tinggi di Makassar.Sejak itu saya intens mengikuti halaqoh hingga sampai pada satu waktu  dimana kami diamanahkan untuk ikut direct selling demi mengusung calon legislative dari Partai. Maka ketika itu pemahaman saya hanya sebatas samina wa atana, yakni jika ini akan memperbaiki system amburadul di parlemen, maka harus ada kader yang terpilih menjadi anggota legislative, sabatas itu pemahaman saya, memenangkan kader demi keberlangsungan dakwah di parlemen.
Beberapa kali Pilkada terlewati dan ada beberapa moment yang saya ikut terlibat proyek direct selling tetapi tetap saja  pemahaman saya hanya sebatas bagaimana memenangkan kader, dan bagaimana memenangkan kandidat yang diusung meskipun kandidat dari eksternal  demi kebelangsungan dakwah kita yang lebih baik dimasa mendatang. Sampai kemudian ketika Tahun 2009 saya kuliah di salah satu Fakultas ternama di Yogjakarta , saya sekali lagi ikut merasakan iklim PILKADA  di Jogjakarta  dimana partai mengusung kandidat eksternal sebagai calon Bupati Sleman. Dalam periode tersebut saya secara khusus punya pengalaman pribadi pada sesuatu yang mengantarkan saya pada pemahaman bahwa sekali lagi direct selling adalah agenda biasa, setiap kali PILKADA sebagai strategi ciri khas partai kita untuk memenagkan calon. Ustadzah saya seorang dosen,  akademisi sekaligus kandidat professor dalam pertemuan suatu ketika di halaqoh membagi kegamangannya tentang direct selling, bahwa mestikah beliau seorang yang sudah tua dari segi umur dan pengalaman dakwah  ikut apel siaga direct selling, kenapa bukan yang muda-muda saja yang bukan seorang akademisi di Kampus yang tidak punya beban profesionalisme seperti beliau saja yang diterjunkan. Kegamangan beliau kata ustazah tersebut telah sering beliau diskusikan dengan beberapa Doktor bahkan Profesor kader partai inii, bahwa mereka mestinya mereka para akademisi dibebankan saja pada strategi penambahan kader dan perluasan fikrah di kampus, sehingga pada hal-hal yang berbau direct selling semestinya  tidak perlu dibebankan lagi pada mereka. Dengan tidak adanya kesimpulan hasil diskusi para akademisi tersebut ditambah dengan  tidak pernahnya  saya menerima materi ataupun membaca secara gamblang  tentang pentingnya direct selling sehingga makin menambah kuat pemikiran saya bahwa  direct selling adalah hal yang biasa dalam  setiap kali PILKADA.
Dalam taujihnya ustad tersebut mengatakan, bahwa untuk menghadirkan kemenangan dari Allah kepada kita, maka hendaknya kita berupaya melakukan amalan yang menjadi alasan Allah memenangkan kita. Senada dengan taujih tersebut ada taujih  dari Syekh Jum’ah Amin mengenai bagaimana hakeket kemenangan. 

Point-Point Taujih Syekh Jum’ah Amin (januari 2013)

Pertama:

لَيْسَتِ الْعِبْرَةُ بَتَنْفِيْذِنَا لِلتَّكَالِيْفِ، وَإِنَّمَا بِحُبِّنَا فِيْ تَنْفِيْذِ هَذِهِ التَّكَالِيْفِ

Yang menjadi ibrah (pandangan dan I’tibar) tidaklah terletak pada pelaksanaan tugas, tetapi, didasarkan pada kecintaan kita kepada tugas-tugas ini.

Sebab, jika terdapat mahabbah, maka akan terjadi مُضَاعَفَةُ الْجُهُوْدِ (pelipat gandaan daya dan upaya).

Kedua:

Apa yang terjadi di Mesir, kalau kita rujuk kepada khuththah (perencanaan) yang ada, sebenarnya adalah rencana dua puluh tahun ke depan, akan tetapi

لَعَلَّ اللهَ اِطَّلَعَ عَلَى قُلُوْبِنَا، فَطَوَى عِشْرِيْنَ عَامًا فِيْ ثَمَانِيَةَ عَشَرَ يَوْمًا

Semoga karena Allah SWT melongok dan melihat hati kami, lalu Allah SWT gulung waktu 20 tahun itu menjadi hanya 18 hari.

Saat hati-hati kami dilihat oleh Allah SWT, semoga yang Allah SWT lihat adalah keikhlasan, kecintaan, dan kesungguhan kami dalam meraih ridha Allah SWT, amin.

Ketiga:

Kemenangan itu merupakan minnah (مِنَّةٌ) atau anugerah Allah SWT, namun, untuk mendapatkan minnah itu diperlukan “pancingan-pancingan”, yang diantaranya adalah:

1. Dengan upaya-upaya taqarrub (pendekatan) kepada Allah SWT, melalui ruku’, sujud, dan upaya-upaya taqarrub lainnya.

2. Ukhuwwah dan persatuan diantara sesama kaum muslimin.

3. Adanya daya upaya yang berlipat ganda yang kita lakukan, yang salah satu rahasia untuk dapat bekerja seperti ini telah disebutkan rahasianya di point pertama.

Keempat:

Mengutip dari Hasan Al-Banna:

Allah SWT tidak akan menghisab kita atas hasil, akan tetapi yang akan dihisab oleh Allah SWT adalah:

1.      
حُسْنُ الْقَصْدِ (maksud dan niat yang baik), dan

2.      
سَلَامَةُ الْخُطُوْاتِ (langkah-langkah yang benar).



 
Saya pun kemudian menyimpulkan, bahwa DS adalah hal penting yang menjadi salah satu syarat kemenangan jika dilakukan dengan niat yang baik karena Allah dan dilakukan dengan langkah-lanbkah yang benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar