Senin, 22 April 2013

antara trend gender dan keluarga


Antara trend Gender dan pengarusutamaan keluarga
Kasus perceraian beberapa selebritis yang menjadi icon pasangan sejati harmonis karena telah menjadi  pasangan suami istri selama kurang lebih dua puluh tahun telah menjadi berita yang mengemuka dalam beberapa pekan terakhir, dan hal itu setidaknya mewakili kondisi ironis  yang  tengah terjadi di masyarakat kini. Data yang diambil dari pengadilan agama  di seluruh Indonesia menyebutkan bahwa ada 346.446 pasangan yang bercerai pada tahun 2012. Disebutkan lebih lanjut  bahwa sepanjang tahun 2012  pengadilan agama termasuk mahkamah syariah menangani perkara 476.961 kasus. Perkara ini naik 11,52 persen dari tahun sebelumnya yakni 363.041 perkara. Ironisnya adalah dari jumlah keseluruhan perkara yang ditangani itu, paling banyak adalah gugat cerai yang dilayangkan istri sebanyak 238.666 atau 58,95 persen, sedangkan perceraian yang dilayangkan suami berupa cerai talak sebanyak 107.780 perkara (26,62 persen) atau setengah dari gugatan yang dilayangkan istri.
Fakta-fakta yang menunjukkan bahwa perceraian terus meningkat dari tahun ke tahun, bahkan data yang menyebutkan bahwa dari 2 juta pernikahan , perceraian terjadi sebanyak 285.184 perkara, adalah sebuah hal yang harus diantisipasi. Berdasarkan hasil analisa beberapa pakar disebutkan bahwa penyebab tingginya angka perceraian di Indonesia adalah:1)Mudahnya menjatuhkan cerai;2)Wanita yang mandiri secara ekonomi;3)Perkawinan paksa;4)persamaan gender;5)meningkatnya kesadaran hukum terhadap prosedur perceraian di pengadilan. Dari 5 alasan tersebut, ada 2 alasan yang menempatkan posisi wanita sebagai subjek penyebab perceraian, yakni meningkatnya kemandirian wanita secara ekonomi dan persamaan gender yang menempatkan posisi wanita berada sejajar dengan pria. Hal ini  menjadi indikasi bahwa pengarusutamaan gender telah teradopsi menjadi  sebuah pola berpikir bahkan telah termanifestasi menjadi sikap yang menjadi pilihan sebagian kaum wanita.
Pengarusutamaan gender yang dilatarbelakangi trend dan isu feminisme sebagai ideologi sebagaimana halnya kapitalisme dan sosialisme,  telah menempatkan posisi wanita sebagai kaum yang selayaknya menjadi kaum yang posisinya sama kuat dengan kaum lelaki.   Ideologi sekular-liberal sebagai pijakan kaum feminis  berpandangan bahwa perempuan adalah makhluk individual , dimana peran, prestasi dan kondisinya diukur secara individual. Feminisme merupakan sebuah ideologi yang memiliki tujuan untuk mewujudkan kultur dan peradaban perempuan di muka bumi. Asal mula munculnya  ideologi ini  adalah adanya reaksi dari kondisi diskriminatif dan ketertindasan perempuan dalam peradaban matarialistik barat. Istilah gender sebagai turunan dari ideologi feminisme, memiliki lebih dari satu definisi yang valid. Dan tak bisa dipungkiri, peran-peran ini tentu memiliki sudut pandang dan implementasi yang berbeda dari suatu komunitas masyarakat dengan masyarakat yang lainnya. Biasanya merujuk pada kepatutan dan etika sosial yang berlaku di sebuah masyarakat.  Gender bisa merupakan peran-peran yang diakibatkan dari jenis kelamin seseorang (laki-laki atau perempuan).
Wacana Pengarusutamaan Gender yang kemudian menjelma di mana-mana menjadi perjuangan membela kesetaraan gender di berbagai sektor kehidupan, tidaklah muncul sebagai sebuah gerakan independen dan bermula dari kesadaran perempuan atau pembela hak-hak perempuan. Tapi hal tersebut lebih merupakan desain global yang memiliki target jangka panjang. Di antaranya yang paling mendasar adalah desakralisasi nilai-nilai yang ditanamkan dan dipegang dalam pernikahan yang dalam agama Islam dikenal sebagai ”mîtsâqan ghalîdhan”. Maka wacana-wacana tersebut diperjuangkan sampai final memasuki ranah konstitusi di tingkat internasional. Sebagai sebuah lembaga representasi perkumpulan paling bergengsi di dunia, PBB pun akhirnya takluk di tangan para pejuang kesetaraan gender.
Adapun di Indonesia, sejarah gender tak bisa dilepaskan dari kisah emansipasi, pembebasan perempuan dari keterkungkungan dan perjuangan meraih hak yang adil dan sejajar dengan laki-laki. Secara personal, wacana emansipasi mencuat dengan diterbitkannya surat-surat pribadi RA. Kartini dengan istri Gubernur Hindia Belanda di Indonesia, Abendanon antara tahun 1899-1904 M. Terbitan dalam Bahasa Belanda itu diberi judul ”Door Duisternis tot Licht” (Habis Gelap Terbitlah Terang) dicetak sebanyak lima kali sejak tahun 1911 M. Geliat emansipasi perempuan ini kemudian dilanjutkan secara berkelompok dan dalam Aisyiyah Muhammadiyah (1917 M), Fatayat NU (1950 M), dan Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) (1954 M) sebuah under bow PKI. Gerakan emansipasi perempuan di Indonesia mengalami perubahan orientasi dari sekedar menuntut hak pendidikan, kesehatan dan kehidupan yang laik, menjadi sebuah arus feminis. Yaitu gerakan yang menuntut penyetaraan dan persamaan mutlak antara kaum laki-laki dan perempuan. Gerakan ini pun berubah menjadi sangat liberal dengan berkembangnya aliran liberal di Indonesia, terutama pasca euforia kebebasan pasca reformasi 1998.
Dilihat dari sudut pandang peningkatan kapasitas perempuan dalam peran-peran publik, maka isu kesetaraan gender adalah hal positif karena perempuan bukan lagi menjadi pihak yang termarginalkan karena kapasitasnya yang hanya berada di wilayah domestik, sebaliknya perempuan bisa meningkatkan kapasitas, potensi dan perannya secara luas di ranah publik.  Selain itu kesetaraan gender juga memberikan ruang yang luas bagi perempuan untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam segi hukum sehingga tidak ada lagi pelecehan hak perempuan dan kekerasan terhadap perempuan yang tidak mendapatkan sanksi. Tetapi dilain pihak, pengarusutamaan gender tetap harus diwaspadai, meningat pengarusutamaan gender adalah isu yang sudah menglobal, bahkan PBB menjadi lembaga yang memberikan ruang yang lebar terhadap kebijakan-kebijakan dunia yang mengarah ke isu gender.  Hal ini dapat dilihat pada beberapa contoh isu gender yang didalamnya terselubung proteksi terhadap perilaku penyimpangan seksual, dengan dalih kebebasan melakukan aktivitas seksual. Perilaku menyimpang tersebut kini sudah diakui di PBB dengan tajuk besar kebebasan orientasi seksual. Dampaknya, sebuah pernikahan tak lagi dibatasi hanya terjadi antara dua jenis manusia, tapi memungkinkan untuk dilakukan dengan sesama jenis. Kriminalisasi terhadap perilaku seksual seperti ini (homoseks dan lesbian) dianggap sebagai pengekangan dan pelecehan terhadap Hak Asasi Manusia, dan hal inilah yang harusnya diwaspadai apabila menjadi sebuah kepatutan yang tak lagi dikritisi.
Fenomena cara berpikir yang cenderung menyamakan posisi perempuan dan laki-laki sebagai posisi yang setara, yang menolak bahwa ada perbedaan dalam karakter dan fungsi antara laki-laki dan perempuan dan pandangan  bahwa wanita tidak bisa menemukan jati dirinya kecuali keluar dari lingkaran keluarga memungkinkan terbukanya ruang yang lebar pada ketidakharmonisan keluarga yang merupakan salah satu penyebab perceraian. 
Menempatkan wanita pada posisi strategis di ranah publik yang berkorelasi dengan potensinya akan menjadi masalah jika wanita mengabaikan peran utamanya sebagai perempuan pendamping suami dan sebagai ibu bagi anak-anaknya, sebab peran ibu dalam urusan rumah tangga diberikan  sesuai dengan fungsi biologisnya. Hal ini berbeda apabila wanita  dengan sederet potensi berlebih yang  memungkinkannya berkarya dan berprestasi  gemilang di ruang publik tetap  menyeimbangkan posisinya sebagai istri pendamping suami dan ibu yang produktif di keluarganya , karena hal itu justru sebaliknya adalah merupakan prestasi.  Sebab peran perempuan dalam keluarga bukan peran yang akan memarginalkan permepuan tetapi justru akan melindungi fitrah perempuan.Termasuk peran mendidik anak dan memberikan keteladanan yang baik bagi anak,bukanlah sebuah peran yang tidak produktif dan merendahkan perempuan, justru peran tersebut adalah peran paling produktif untuk menghasilkan generasi berkulitas.
Meminimalisir pengarusutamaan gender yang membawa dampak negatif terhadap keutuhan sebuah  keluarga adalah dengan mengembalikan fungsi keluarga sebagai entitas sekaligus aset vital bagi sebuah bangsa. Keluarga perlu diayomi, ditingkatkan kapasitas serta kualitasnya. Pembentukan dan penjagaan keluarga adalah tanggung jawab bersama, yakni merupakan tanggung jawab dari unsur agama, unsur masyarakat termasuk LSM dan Ormas, serta peran pemerintah.
Keluarga  merupakan benih utama dalam pembangunan masyarakat ,  bahkan keluarga merupakan miniatur masyarakat dan bangsa. Kualitas sebuah bangsa sangat bergantung pada kualitas keluarga sebagai unit sosial terkecil masyarakat. Analisa sosial Ibnu khaldun menyebutkan bahwa komponen kelangsungan hidup masyarakat sepenuhnya bergantung pada seberapa besar nisbah keberadaan dan keterpaduan tugas yang harus dilakukan setiap anggota masyarakat, yang terdiri dari komponen-komponen keluarga, pengusaha, seniman, ulama, pendidik dan generasi muda.  Ibnu khaldun meletakkan aspek keluarga sebagai aspek pertama yang paling penting menopang komponen masyarakat lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa keluarga adalah cermin kecil model masyarakat dan negara. Akan tetapi, potret keluarga Indonesia saat ini masih memprihatinkan, dimana terjadi disintegrasi yang semakin meningkat, antara lain karena meningkatnya kasus perceraian.
Kondisi yang ditunjukkan tersebut menggambarkan tergerusnya nilai-nilai ketahanan dalam sebuah keluarga. Jika hal ini dibiarkan berlanjut tanpa upaya meminimalisir hal-hal yang bisa mengancam keutuhan sebuah keluarga maka dampaknya akan mengancam keutuhan masyarakat, mengingat keluarga sebagai unit sosial terkecil dari masyarakat. Implikasi lebih lanjut dari keadaan ini adalah terancamnya kualitas generasi bangsa ini. Fakta menunjukan bahwa ketika keluarga terancam keutuhannya, maka anak adalah anggota keluarga yang ikut merasakan dampaknya.  
Ketahanan keluarga yang lemah menjadi penyebab berbagai krisis keluarga seperti keretakan keluarga, eksploitasi seksual, penggunaan narkoba, eksploitasi ekonomi, bahkan pembunuhan pembunuhan anggota keluarga. Anak-anak sebagai pihak yang paling merasakan dampak krisis keluarga akan mengalami berbagai hambatan untuk tumbuh dan berkembang. anggota keluarga. Leslie (1967) mengatakan bahwa anak-anak yang orang tuanya bercerai  sering hidup menderita, khususnya dalam hal keunagan, emosional, serta kehilangan rasa amandalam keluarga.Dampak perceraian yang lain adalah adanya rasa malu pada anak-anak yang orang tuanya bercerai. Mereka cenderung menjadi inferior dengan anak-anak lain.
Pemerintah , organisasi masyarakat dan anggota masyarakat sipil hendaknya berperan dalam mengembangkan program untuk ,merangsang dan mendorong langkah-langkah melestarikan dan mempertahankan institusi perkawinan. Dalam upaya pengokohan keluarga hendaknya keyakinan agama dan etika dijadikan pijakan dasar dalam setiap regulasi yang ditujukan untuk untuk menjaga stabilitas keluarga dan kemajuan sosial.
Berbagai keadaan di atas menunjukkan bahwa degradasi  kualitas dan disintegrasi keluarga berbanding lurus dengan degradasi kuaitas sosial masyarakat kita. Beberapa masalah sosial yang muncul terutama di perkotaan akhir-akhir ini, anatara lain meningkatkatnya konflik sosial, karakter kejahatan, prostitusi, anak jalanan dan endemiknya amuk massa telah menjadi sebuah masalah sosial yang mengancam ketenangan dan rasa tertib masyarakat secara luas. Hal ini menyadarkan kita, bahwa keluarga bukan sebuah perkara privat semata, namun juga menjadi masalah yang harus difasilitasi peningkatan kualitasnya oleh negara. Sehingga tidak berlebihan jika kita mengharapkan agar kebijakan publik yang dilahirkan di bangsa ini seharusnya berbasis keluarga, yakni menjadikan keluarga sebagai pertimbangan utama, sebab landasan pemikiran mengenai keluarga adalah landasan pemikiran yang bukan hanya berasal dari nilai-nilai budaya bangsa ataupun nilai-nilai islam yang secara khusus menjadi dasar pemikiran dalam pembinaan tatanan berkeluarga, tetapi landasan pemikiran yang sudah mendunia dengan mengacu pada Universal declaration of human rights (art.16.3 ;resolution 217a) yang kemudian dipertegas lagi pada deklarasi Doha di Qatar pada desember 2004 yakni bahwa Family is the natural and fundamental group unit of society and is entitled to protection by society and the state (keluarga adalah institusi sosial yang alamiah dan mendasar dan berhak dilindungi oleh masyarakat dan negara).
Selain kebijakan publik yang berorientasi pada  keluarga, maka hendaknya program pembangunan bangsa  adalah program yang berorientasi pada keluarga berkualitas.Sebuah hal utopis jika pemerintah mengekspektasikan bahwa Indonesia akan menjadi bangsa yang maju peradabannya di masa mendatang  tanpa memberikan perhatian pada perbaikan tatanan keluarga melalui program yang massif dan terstruktur. Sebab kokohnya tatanan keluarga akan berimplikasi pada peningkatan kualitas  generasi muda dimasa mendatang yang lahir dari unit sosial yang bernama keluarga. Sejauh ini , keluarga belumlah muncul sebagai sebuah nomenklatur dalam pembangunan dan belum menjadi sebuah leading sector dalam struktur pemerintahan. Maka menjadi sebuah kebutuhan jika di masa mendatang secara definitif keluarga mengemuka menjadi sebuah urusan pokok dalam pemerintahan agar dapat menjadi fondasi sosial bangsa dalam rangka pengembangan karakter manusia indonesia yang berkualitas.




Selasa, 12 Maret 2013

Bila anak jadi si tukang ngamuk

Ihsan (3 tahun) putera ke2ku,  suatu hari minta dibelikan mainan di lapangan bola pada saat acara keramaian di kelurahan.  Betapa kagetnya bibinya yang membawa ihsan waktu itu, karena bibinya tidak membawa uang berlebih untuk membelikan mainan ponakannya itu. Semakin lama, tangisan keras ihsan kian tidak terkendali , ia merengek  menarik-narik tangan bibinya,  agar dibelikan mainan. Ihsan baru berhenti merengek setelah bibinya menjanjikan mainan untuk dibelikan di toko mainan.
Setelah mencermati perilaku si ihsan, saya ngebet untuk mencari tahu mengenai hal ini, saya nggak boleh melewatkan hal ini, karena jika dibiarkan bisa fatal untuk kematangan jiwanya nanti. Ku akui baru kali ini saya lebih  concern mencermati sedetail-detailnya perkembangan ke 3 anak-anakku.Ini karena si sulung afifah (5 tahun lebih) sepertinya tidak mengidap prilaku "tangisan lebay" ini kalau inginkan mainan di usia 3 tahunnya. Sehingga akupun cenderung untuk tidak mempermasalahkan tangisan biasanya yang umumnya dijadikan jurus pamungkas anak jika mengekpresikan keinginannya yang harus dipenuhi sesegranya. Kini, dengan pengalaman ini saya pun lebih harus ekstra perhatian pada anak bungsu (1 tahun) yang baru dalam masa lucu-lucunya agar tidak mengulang sejarah "psikologi tangisan lebay alias tempertantrum), saya menganggap bahwa memang kondisi kepribadian anak itu pasti berbeda satu sama lain meski bersaudara, karena potensi mereka juga berbeda-beda, tetapi untuk standar kejiwaan psikologi anak, mestinya anak-anak jangan pernah mengidap tempertantrum ini sebab ada indikasi kesalahan pola asuh jika ini sampai terjadi. Ya Rabb, moga ini bukan implikasi aku menjadi wanita pekerja, yang mau tidak mau ada waktu yang terkurangi dalam membersamai anak. Saat ini, perkembangan mereka adalah hal utama dalam prioritas perhatianku. 
Alhamdulillah setelah membaca kembali koleksi majalah UMMI dari sejak aku langganan ketika S1 ( 8 tahun yang lalu ) aku pun menemukan artikel berharga yang akhirnya ku ramu dengan pangalaman pribadiku.
Keadaan  "tangisan lebay" ihsan di atas dikenal dengan istilah Tempertantrum, yaitu suatu letupan amarah anak yang sering terjadi pada usia 2 sampai 3 tahun di saat anak menunjukkan kemandirian dan sikap negatifnya. Perilaku itu seringkali disertai dengan tingkah yang akan membuat orang tua semakin jengkel. Ekspresinya dapat berupa tangisan keras, berguling-guling di lantai, menjerit, melempar barang, memukul-mukul, menyepak-nyepak, dan sebagainya. Pada anak yang lebih kecil, kadang diiringi pula dengan muntah atau kencing di celana.
Kenali Penyebabnya
Menurut Rahmi Dahnan, Psi , psikolog lulusan UI, biasanya anak mengalami  tempertantrum dengan sebab awal terhambatnya kebutuhan yang lalu memunculkan agresivitas verbal maupun fisik. Agresivitas verbal biasanya berupa ucapan kasar, marah-marah, atau teriak. Agresivitas fisik dapat berupa memukul, menendang,membuang barang, dll.
Bila pada usia 3 sampai 5 tahun anak masih bermasalah dengan tempertantrum, kemungkinan besar, ada yang salah pada pola asuh. Karena pada usia sampai lima tahun, anak sudah mulai mampu membedakan yang baik dan yang buruk, tahu bagaimana cara mengeskspresikan emosi dengan cara yang baik.Rahmi mencontohkan, anak di Amerika biasa diajarkan mengekspresikan kemarahannya dengan jelas. Marah pun harus bertanggungjawab, tidak langsung main pukul.
Penyebab anak menjadi agresif bermacam-macam, dapat berupa fisiologis ataupun psikologis. Penyebab fisiologis dapat terjadi karena anak terlalu lelah, sedang mengantuk, kelaparan, atau sedang sakit. Pada saat itu anak mudah kesal karena ada kebutuhannya yang belum terpenuhi sementara ia belum mampu mengungkapkannya dalam bahasa lisan kepada orangtua. Sehingga anak tidak dapat mengendalikan emosinya akhirnya ia mudah mengamuk.
Penyebab psikologisnya kemungkinan disebabkan karena anak mengalami kegagalan dalam melakukan sesuatu, sehingga anak menjadi emosi dan tidak mampu mengendalikannya. Hal ini akan semakin parah jika anak merasakan bahwa orangtuanya selalu membandingkannya dengan anak yang lain, atau orangtua memiliki tuntutan yang tinggi pada anaknya.
Penyebab lainnya  dapat terjadi bila anak sering ditolak atau dimarahi saat menginginkan sesuatu. Sementara orangtua selalu memaksa anak untuk melakukan sesuatu di saat dia sedang asyik bermain, misalnya untuk minum susu atau untuk tidur siang. Mungkin orangtua tidak mengira bahwa hal ini akan menjadi masalah pada si anak kemudian hari. Si anak akan merasa bahwa ia tidak akan mampu dan tidak berani melawan kehendak orangtuanya, sementara dia sendiri harus selalu menuruti printah orangtuanya. Ini konflik yang akan merusak emosi si anak. Wah,,,, musti aku perhatikan banget yang satu ini, karena sebagai orang tua dari 3 anak, saya kadang  mendisiplinkan anak, tanpa sadar  sampai kadang memaksa mereka hingga anak-anak kadang merasa terpaksa melakukan apa yang disuruhkan.
Anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan mentalnya juga sering tempertantrum.  Hal itu terjadi karena anak putus asa untuk mengungkapkan maksudnya pada sekitarnya. Orangtua mesti mencontohkan tindakan pengendalian emosi yang baik. Anak adalah peniru terhebat, jika orangtua salah memberikan contoh penyaluran amarah yang tidak terpuji, ini bisa bahaya buat si anak yang gampang mencontoh. Yang mesti dihindari adalah melampiaskan kemarahan pada anak, saat orangtua punya masalah.Kan kasihan, punya maslah kantor, atau ada masalah dengan teman kerja, dilampiaskan pada anak.
Ekspresikan emosi dengan benar
Hendaknya orangtua memberi kesempatan pada anak untuk bermain dan mengekpresikan keinginannya. Jangan takut rumah jadi seperti kapal pecah lantaran anak berekspresi memanfaatkan perabot rumah untuk dijadikan rumah-rumahan, atau alat musik. Orangtua jangan terlalu mengekang, sebaliknya beri kepercayaan pada anak agar anak bisa bermain dan bergaul dengan baik. Anak-anak yang  terlalu dikekang kebebasan bermainnya menjadi anak yang cenderung takut untuk mencoba sesuatu. Ketika kemampuan verbal itu sudah dilatih sejak awal kemampuan mengekspresikan keinginannya itu sudah diajarkan sejak awal dengan baik, Insya Allah anak tidak gampang mengamuk.
Pengalaman pola didik yang saya dapat dari orangtua, memberikan saya pelajaran bahwa kebebasan ekspresi bermain yang dikekang karena menjadi penyebab rumah kurang rapi akhirnya menjadikan ada yang kurang dalam diri saya  dalam hal karakter . Setelah kubandingkan dengan pola asuh seorang teman dosen di jogjakarta, seorang dosen yang memiliki 2 putera, ketika suatu saat saya kerumahnya, saya melihat betapa teman saya itu memberikan kebebasan berekpresi anak-anaknya sehingga ruang keluarga menjadi seperti rumah orang baru pindahan , karena barang-barangnya terhambur di setiap sudut ruangan. Masya Allah,,, setelah melihat anak-anaknya memang sangat kreatif dan cerdas serta berani. Berdasarkan hal itu,  sekarang pola asuh dengan memberikan ruang ekspresi seluas-luasnya pada anak sedang kuterapkan, walaupun konsekuensinya harus rela bercape ria merapikan rumah setiap hari karena ruang tengah yang seperti kapal pecah.
Mengasuh anak memang perlu kesabaran ekstra, butuh trik agar kita tidak kehabisan ide untuk mengatasi setiap kemajuan perkembangan mereka seiring dengan usianya yang kian bertambah. Anak-anak di usia golden age, perlu ditangani dengan tepat agar mereka tumbuh menjadi anak-anak cerdas yang inovatif ketika telah dewasa. Ibu memegang peranan penting untuk mengawasi perkembangan anaknya.
Bila pada suatu saat kita berseberangan pendapat dengan anak saat anak mengamuk, kita perlu mengemukakan pendapat dengan tegas tetapi lembut. Ini yang relatif agak sulit tetapi mesti dicoba. Jangan membentaknya, apalagi dengan ucapan-ucapan yang tidak pantas. Abaikan tangisnya dan ajak anak berbicara dengan lembut. Kita perlu menjelaskan mengapa kita tidak memberi mainan yang anak inginkan dengan alasan yang jujur. Kalau di supermaket , jangan malu untuk mengatakan tidak cukup uang hanya karena malu dilihat orang. Sejauh yang saya praktekkan selama ini, ternyata efektif memberikan alasan yang tidak dibuat-buat kenapa mainan yang diinginkan tidak ibu belikan karena uang ibu yang tidak cukup. Kadang-kadang jawaban anak saya yang berumur 5 tahun diluar dugaan saya, ‘ Ia de, kasian uangnya ibu tidak cukup lagi , jadi ade nggak usah dulu dibelikan mainan itu”ujar anak saya menenangkan adiknya yang berumur 3 tahun , karena memaksa di belikan motor mainan.
Ada lagi cara efektif melatih anak menguasai dan mengendalikan emosinya, ketika anak mengingkan sesuatu, yakni mengajaknya bermain , atau mengalihkan perhatiannya pada sesuatu yang menghibur.
PENTING! Jadilah orangtua yang pandai mengendalikan emosi
Apa yang kita lakukan saat marah?apakah kita teriak? Memukul? Cemberut? Atau diam? Penting untuk meninjau bagaimana ekspresi kita ketika sedang marah. Apakah pernah kita marah kepada pasangan dan disaksikan oleh anak kita?. Hati-hati! Karena anak  banyak meniru cara orangtrua marah hingga menjadi si tukang ngamuk. Jangan salahkan ketika anak sering mengamuk, jangan-jangan karena mencontoh kita akhirnya dia menjadi seperti itu.
Kadang aku berusaha memaksakan diriku untuk melakukan trik-trik dibawah ini ketika marah agar emosi terkendali, (rada-rada gampang susah tetapi kalau kita ingin menjadi baik dan menjadi row model yang patut di contoh , mau tidak mau harus bisa melakukan minimal salah satu trik dibawah ini)....... ini juga resep agar wajah awet muda loh
v  Merubah posisi dan berwudhu: Kata Rasulullah” saat anda ingin marah, maka ubahlah posisi anda. Bila sedang berdiri, duduk. Bila masih marah, maka berbaringlah. Bila masih marah , maka berwudhulah, dan meminta perlindungan pada Allah dengan mengucapkan Taawudz.
v  Tarik nafas,  dan menenagkan diri: Saat hendak marah, tenangkan diri dulu sejenak, pergi ke ruangan yang lain, menenangkan diri sambil menarik nafas.
v  Pakai kata yang mengacu untuk menjadikan anda subjek agar dapat mengurangi rasa sakit hati.Misalnya kata “ kamu “diganti menjadi“saya”.
Kalau biasanya kita memarahi anak dengan mengatakan “ kamu jangan nakal begitu atau kamu ini mau jadi anak yang malas ya?  Ganti dengan  “ Nak, ibu kecewa kalau anak ibu tidak bisa bangun pagi atau ibu tidak suka melihat ananda jahil pada adik.
v  Pelukan hangat dan minta maaf: bila sudah telanjur marah pada anak, maka imbangi dengan memberikan pelukan hangat dan meminta maaf. So jangan takut wibawa berkurang, hindari jaim berlebihan, karena orangtua pun bisa melakukan kesalahan. Katakan “ maaf ya nak, ibu salah, memarahi dengan kasar pada ananda.
v  Mengahadap ke cermin: saat mau marah, ingat lihatlah ke cermin, wow ada nenek sihir yang barusan berubah. Mudah-mudahan anak kita tidak melihat mata kita yang melotot dan rahang yang mengeras. Mulai sekarang hindari pedoko berlebihan pada anak, sebab itu bisa menjadi penyebab terbentuknya kerutan baru di wajah ibu. Akhirnya wajah menjadi cepat tua, yang ini biar pake krim siang malam pun tetap tidak akan mengurangi kerutan wajah kalau selalu marah tiap hari.
v  Evaluasi penyebab marah: Kalau karena kamar berantakan, atau anak tidak patuh, komunikasikan dengan anak dengan tegas namun tetapi lembut. Kalau marah karena ada masalah dengan pasangan atau karena ada maslah di kantor, ingat jangan lampiaskan pada anak, cari solusi jitu yang dapat menyalesaikan masalah, antara lain dengan komunikasi dengan pasanngan, berbagi uneg-uneg pada pasangan ,introspeksi diri dan membaca Alquran. Karena tidak ada masalah  yang tidak ada jalan keluarnya.
Wallahu alam bishawab.
Dari pengalaman diri dan mengambil saripati dari Majalah UMMi edisi yang bermanfaat untuk ibu
Referensi:
Majalah UMMI (edisi tahun 2003)

5 suplemen penguatku agar tetap exis

Taujih buat istri aktivis dakwah

5 BEKAL BAGI ISTRI AKTIVIS DAKWAH


Seorang aktivis dakwah membutuhkan istri yang ‘tidak biasa’. Kenapa? Karena mereka tidak hanya memerlukan istri yang pandai merawat tubuh, pandai memasak, pandai mengurus rumah, pandai mengelola keuangan, trampil dalam hal-hal seputar urusan kerumah-tanggaan dan piawai di tempat tidur. Maaf, tanpa bermaksud mengecilkan, berbagai kepandaian dan ketrampilan itu adalah bekalan ‘standar’ yang memang harus dimiliki oleh seorang istri, tanpa memandang apakah suaminya seorang aktivis atau bukan. Atau dengan kalimat lain, seorang perempuan dikatakan siap untuk menikah dan menjadi seorang istri jika dia memiliki berbagai bekalan yang standar itu. Lalu bagaimana jika sudah jadi istri, tapi tidak punya bekalan itu? Ya, jangan hanya diam, belajar dong. Istilah populernya learning by doing.

Kembali kepada pokok bahasan kita. Menjadi istri aktivis berarti bersedia untuk mempelajari dan memiliki bekalan ‘di atas standar’. Seperti apa? Berikut ini adalah bekalan yang diperlukan oleh istri aktivis atau yang ingin menikah dengan aktivis dakwah:

1. Bekalan Yang Bersifat Pemahaman (fikrah).

Hal penting yang harus dipahami oleh istri seorang aktivis dakwah, bahwa suaminya tak sama dengan ‘model’ suami pada umumnya. Seorang aktivis dakwah adalah orang yang mempersembahkan waktunya, gerak amalnya, getar hatinya, dan seluruh hidupnya demi tegaknya dakwah Islam dalam rangka meraih ridha Allah. Mendampingi seorang aktivis adalah mendampingi seorang prajurit Allah. Tak ada yang dicintai seorang aktivis dakwah melebihi cintanya kepada Allah, Rasul, dan berjihad di jalan-Nya. Jadi, siapkan dan ikhlaskan diri kita untuk menjadi cinta ‘kedua’ bagi suami kita, karena cinta pertamanya adalah untuk dakwah dan jihad!

2. Bekalan Yang Bersifat Ruhiyah.

Berusahalah untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Jadikan hanya Dia tempat bergantung semua harapan. Miliki keyakinan bahwa ada Kehendak, Qadha, dan Qadar Allah yang berlaku dan pasti terjadi, sehingga tak perlu takut atau khawatir melepas suami pergi berdakwah ke manapun. Miliki keyakinan bahwa Dialah Sang Pemilik dan Pemberi Rezeki, yang berkuasa melapangkan dan menyempitkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki. Bekalan ini akan sangat membantu kita untuk bersikap ikhlas dan qana’ah ketika harus menjalani hidup bersahaja tanpa limpahan materi. Dan tetap sadar diri, tak menjadi takabur dan lalai ketika Dia melapangkan rezeki-Nya untuk kita.

3. Bekalan Yang bersifat Ma’nawiyah (mentalitas).

Inilah di antara bekalan berupa sikap mental yang diperlukan untuk menjadi istri seorang aktivis: kuat, tegar, gigih, kokoh, sabar, tidak cengeng, tidak manja (kecuali dalam batasan tertentu) dan mandiri. Teman saya mengistilahkan semua sikap mental ini dengan ungkapan yang singkat: tahan banting!

4. Bekalan Yang bersifat Aqliyah (intelektualitas).

Ternyata, seorang aktivis tidak hanya butuh pendengar setia. Ia butuh istri yang ‘nyambung’ untuk diajak ngobrol, tukar pikiran, musyawarah, atau diskusi tentang kesibukan dan minatnya. Karena itu, banyaklah membaca, rajin mendatangi majelis-majelis ilmu supaya tidak ‘tulalit’!

5. Bekalan Yang Bersifat Jasadiyah (fisik).

Minimal sehat, bugar, dan tidak sakit-sakitan. Jika fisik kita sehat, kita bisa melakukan banyak hal, termasuk mengurusi suami yang sibuk berdakwah. Karena itu, penting bagi kita untuk menjaga kesehatan, membiasakan pola hidup sehat, rajin olah raga dan lain-lain. Selain itu, jangan lupakan masalah merawat wajah dan tubuh. Ingatlah, salah satu ciri istri shalihat adalah ‘menyenangkan ketika dipandang’.

Akhirnya, ada bekalan yang lain yang tak kalah penting. Itulah sikap mudah memaafkan. Bagaimanapun saleh dan takwanya seorang aktivis, tak akan mengubah dia menjadi malaikat yang tak punya kesalahan. Seorang aktivis dakwah tetaplah manusia biasa yang bisa dan mungkin untuk melakukan kesalahan. Bukankah tak ada yang ma’shum di dunia ini selain Baginda Rasulullah?


Sumber : Dakwatuna
Top of Form

Bottom of Form

Bersungguh-sungguhlah menghadirkan dalam diri kita alasan yang menjadikan Allah memenangkan kita

Bersungguh-sungguhlah menghadirkan dalam diri kita  alasan yang menjadikan Allah memenangkan kita.
Seorang ustadz yang merupakan salah seorang penggerak dakwah pertama di Sultra yang telah sekian lama membersamai kader di Sultra dan dari tangannya lahirlah kader-kader  partai PKS yang menjadi tokoh di daerah SULTRA, dengan beban tugas profesinya harus pindah tugas ke Jakarta. Selang beberapa tahun kemudian beliau ditakdirkan untuk kembali membersamai kader di Sultra dengan amanah baru sebagai  ketua Wilayah dakwah Sulawesi. Ustad ini mengambil cuti selama beberapa tahun dari pekerjaannya sebagai PNS hanya demi amanah dakwah sebagai ketua wilda Sulawesi tersebut.
Tidak mudah untuk punya komitmen yang bagi saya “sangat tidak biasa” tersebut. Meninggalkan jabatan yang secara otomatis  menghilangkan kesempatan untuk memperolah gaji dan tunjangan yang serta merta dapat meningkatkan kesejahteraan. Tapi semua itu pilihan hidup,  dalam kehidupan ini,ada contoh yang Allah hadirkan di sekitar kita tentang pengorbanan di jalan dakwah mewarisi sifat-sifat sahabat nabi dan orang-orang shaleh lainnya , yang berarti bahwa  sifat mewarisi sahabat Nabi dan orang-orang saleh yang pengorbanannya luar biasa dalam menyebarkan agama Allah tidak berhenti  hanya sampai pada generasi sahabat dan tabiin serta tabit tabiiin tetapi ada sampai sekarang. Allah menjaga Al quran seiring dengan memberikan hikmah bagi manusia-manusia terpilih untuk memperoleh hidayah sebagai seorang pejuang dakwah yang berkorban dalam menebarkan dakwah hingga mengesampingkan tuntutan kehidupan dunianya, mereka inilah  yang menjadikan tuntunan dalam Alquran dan Sunnah sebagai sibgah dalam dirinya, yang kemudian menjadi cermin sikap, pikiran dan komitmennya hingga kita mengambil pelajaran dari orang-orang seperti mereka. Tetapi juga ada banyak orang yang memilih hidup untuk beribadah dalam zona nyaman karena hanya sebatas itulah pemahaman keislamannya, yakni hidup ini untuk beribadah mengejar kabahagiaan dunia dan akhirat tanpa tahu ada amanah untuk mendakwahkan agama. Tidak sedikit orang-orang yang mengilmui bahwa umat terbaik adalah yang menegakkan amar makruf nahi munkar tetapi tidak mau melibatkan dalam aktivitas aktivitas tafaqqu fi fidien (mempelajari agama) apatah lagi menyebarkan dakwah.  Tidak sedikit pula orang-orang yang terlibat dalam aktivitas dakwah, tetapi tidak sepenuhnya berkorban , dalam dakwah, mereka adalah orang-orang yang mengukur aktivitas dakwah hanya sebagai pelengkap hidup. Jika ada hubungannya dengan kesejahteraan hidup dan penghasilan, maka hal itu dijalani dengan sunguh-sungguh, tetapi jika hal itu tidak mendatangkan kesejahteraan dunia dan segala tetek bengek yang berhubungan dengan amanah dakwah, maka mohon maaf, masih agenda yang utama yang perlu dituntaskan, ketimbang menghabiskan waktu mengerjakan agenda-agenda dakwah. Sekali lagi semua itu pilihan hidup. Tinggal kita mengukur diri kita ada di tempat yang mana, dan pantaskah kita menjadi pewaris firdaus jika kita berada di salah satu golongan yang disebutkan tersebut.
Kembali ke pengalaman ustad penggerak dan pelopor dakwah di Sultra tersebut, yang mana setelah menilik sederet pengalaman dan sepak terjang beliau dalam menunaikan agenda-agenda dakwah, maka ketika ada pertemuan yang menghadirkan ustad tersebut sebagai pemberi taujih pengokohan kader  (ahad, 20 januari 2012) di Konawe, terbersit tekad untuk tidak melewatkan taujihnya.  Lewat tulisan ini saya ingin berbagi apa yang menjadi pemikiran ustaz tersebut dengan menjadikan Al-quran dan Sunnah sebagai patronnya, yang karenanya menjadikan saya memahami apa yang selama ini masih berkecamuk dalam batin saya mengenai hal yang berhubungan dengan PILKADA dan direct selling.
Merefleksikan pengalaman saya tarbiyah selama kurang lebih 12 tahun, dari mulai ketika perlahan-lahan pemikiran saya mulai terbentuk tentang indahnya hidup dalam naungan AlQuran yang terwasilah lewat jamaah dakwah sejak kuliah smester 3 di sebuah Perguruan tinggi di Makassar.Sejak itu saya intens mengikuti halaqoh hingga sampai pada satu waktu  dimana kami diamanahkan untuk ikut direct selling demi mengusung calon legislative dari Partai. Maka ketika itu pemahaman saya hanya sebatas samina wa atana, yakni jika ini akan memperbaiki system amburadul di parlemen, maka harus ada kader yang terpilih menjadi anggota legislative, sabatas itu pemahaman saya, memenangkan kader demi keberlangsungan dakwah di parlemen.
Beberapa kali Pilkada terlewati dan ada beberapa moment yang saya ikut terlibat proyek direct selling tetapi tetap saja  pemahaman saya hanya sebatas bagaimana memenangkan kader, dan bagaimana memenangkan kandidat yang diusung meskipun kandidat dari eksternal  demi kebelangsungan dakwah kita yang lebih baik dimasa mendatang. Sampai kemudian ketika Tahun 2009 saya kuliah di salah satu Fakultas ternama di Yogjakarta , saya sekali lagi ikut merasakan iklim PILKADA  di Jogjakarta  dimana partai mengusung kandidat eksternal sebagai calon Bupati Sleman. Dalam periode tersebut saya secara khusus punya pengalaman pribadi pada sesuatu yang mengantarkan saya pada pemahaman bahwa sekali lagi direct selling adalah agenda biasa, setiap kali PILKADA sebagai strategi ciri khas partai kita untuk memenagkan calon. Ustadzah saya seorang dosen,  akademisi sekaligus kandidat professor dalam pertemuan suatu ketika di halaqoh membagi kegamangannya tentang direct selling, bahwa mestikah beliau seorang yang sudah tua dari segi umur dan pengalaman dakwah  ikut apel siaga direct selling, kenapa bukan yang muda-muda saja yang bukan seorang akademisi di Kampus yang tidak punya beban profesionalisme seperti beliau saja yang diterjunkan. Kegamangan beliau kata ustazah tersebut telah sering beliau diskusikan dengan beberapa Doktor bahkan Profesor kader partai inii, bahwa mereka mestinya mereka para akademisi dibebankan saja pada strategi penambahan kader dan perluasan fikrah di kampus, sehingga pada hal-hal yang berbau direct selling semestinya  tidak perlu dibebankan lagi pada mereka. Dengan tidak adanya kesimpulan hasil diskusi para akademisi tersebut ditambah dengan  tidak pernahnya  saya menerima materi ataupun membaca secara gamblang  tentang pentingnya direct selling sehingga makin menambah kuat pemikiran saya bahwa  direct selling adalah hal yang biasa dalam  setiap kali PILKADA.
Dalam taujihnya ustad tersebut mengatakan, bahwa untuk menghadirkan kemenangan dari Allah kepada kita, maka hendaknya kita berupaya melakukan amalan yang menjadi alasan Allah memenangkan kita. Senada dengan taujih tersebut ada taujih  dari Syekh Jum’ah Amin mengenai bagaimana hakeket kemenangan. 

Point-Point Taujih Syekh Jum’ah Amin (januari 2013)

Pertama:

لَيْسَتِ الْعِبْرَةُ بَتَنْفِيْذِنَا لِلتَّكَالِيْفِ، وَإِنَّمَا بِحُبِّنَا فِيْ تَنْفِيْذِ هَذِهِ التَّكَالِيْفِ

Yang menjadi ibrah (pandangan dan I’tibar) tidaklah terletak pada pelaksanaan tugas, tetapi, didasarkan pada kecintaan kita kepada tugas-tugas ini.

Sebab, jika terdapat mahabbah, maka akan terjadi مُضَاعَفَةُ الْجُهُوْدِ (pelipat gandaan daya dan upaya).

Kedua:

Apa yang terjadi di Mesir, kalau kita rujuk kepada khuththah (perencanaan) yang ada, sebenarnya adalah rencana dua puluh tahun ke depan, akan tetapi

لَعَلَّ اللهَ اِطَّلَعَ عَلَى قُلُوْبِنَا، فَطَوَى عِشْرِيْنَ عَامًا فِيْ ثَمَانِيَةَ عَشَرَ يَوْمًا

Semoga karena Allah SWT melongok dan melihat hati kami, lalu Allah SWT gulung waktu 20 tahun itu menjadi hanya 18 hari.

Saat hati-hati kami dilihat oleh Allah SWT, semoga yang Allah SWT lihat adalah keikhlasan, kecintaan, dan kesungguhan kami dalam meraih ridha Allah SWT, amin.

Ketiga:

Kemenangan itu merupakan minnah (مِنَّةٌ) atau anugerah Allah SWT, namun, untuk mendapatkan minnah itu diperlukan “pancingan-pancingan”, yang diantaranya adalah:

1. Dengan upaya-upaya taqarrub (pendekatan) kepada Allah SWT, melalui ruku’, sujud, dan upaya-upaya taqarrub lainnya.

2. Ukhuwwah dan persatuan diantara sesama kaum muslimin.

3. Adanya daya upaya yang berlipat ganda yang kita lakukan, yang salah satu rahasia untuk dapat bekerja seperti ini telah disebutkan rahasianya di point pertama.

Keempat:

Mengutip dari Hasan Al-Banna:

Allah SWT tidak akan menghisab kita atas hasil, akan tetapi yang akan dihisab oleh Allah SWT adalah:

1.      
حُسْنُ الْقَصْدِ (maksud dan niat yang baik), dan

2.      
سَلَامَةُ الْخُطُوْاتِ (langkah-langkah yang benar).



 
Saya pun kemudian menyimpulkan, bahwa DS adalah hal penting yang menjadi salah satu syarat kemenangan jika dilakukan dengan niat yang baik karena Allah dan dilakukan dengan langkah-lanbkah yang benar.